save the earth

save the earth
save the earth

Kamis, 17 Oktober 2013

Rakyat Tumbal Para ‘Onasis’


Jelly Wensy Siwy, S.Pt
SISTIM Politik dalam beberapa pemilu terakhir dapat dikatakan salah kaprah, konsep kerakyatan sesuai dengan amanah dari UUD kian bergeser. Jargon ‘Dari dan untuk rakyat’ terkesan mulai tereliminir oleh konsep politik ‘Pembodohan’ yang aktornya para kaum ‘Onasis’ (orangkaya-red) yang memanfaatkan kelemahan situasi ekonomi dan ketidaktahuan rakyat tentang demokrasi yang sebenarnya lewat sistim ‘transaksi suara’, Money politic, Politik uang, (Gade Suara-manado) atau sebutan apalah.
Dalam beberapa Pemilu, fenomena ini dimainkan dalam drama yang mengusung judul ‘Pesta demokrasi’, para actor yang terlibatpun memang banyak dari kaum Borju, dan terang terangan memainkan perannya dalam drama tersebut .
SistimPolitik uang saat ini malah oleh sebagian partai dijadikan SNI (Standar Nasional Indonesia) bagi para calon yang akan masuk dalam scenario politik Indonesia (Caleg), Soal Kekayaan justru dijadikan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Kondisi ini memang benar sudah berhasil melahirkan satu realita yang menegaskan banyak partai yang memang menempatkan  kroni kayanya atau para onasis untuk bertarung dalam pesta demokrasi nanti.
Dan para petinggi partaipun terkesan mencoba mengakomodir para ‘Onasis’ tersebut bukan karena memang pertimbangan Cost Politik (pembebanan biaya kapanye-red) namun lebih karena kemampuan untuk ‘bermain’ pada babak  Money politik, Suap Politik yang  biasanya dilakukan pada akhir akhir scenario pesta dmokrasi, minimal 1 hari sebelum tanggal 9 April Nanti.
Cost Politik wajar memang menjadi salah satu prasyarat, terkait dengan penyebaran informasi lewat alat praga. “Sangat tidak elok jika aat peraga terkait dengan calonpun harus dibebankan pada calon pemilih, jadi cost politik perlu, bukan Money politik ya, “tegas Andre Joseph salah satu warga masyarakat.
Money politik, Sistim beli suara atau Gade suara (manado) oleh para kalangan ‘Borju’ ya dianggap Halal dan ‘jalan pintas’ yang penting sasaran ‘Kursinya’ dapat dan legitimasi statusnya dapat
Kendati bicara soal Sumber Daya Manusia, dan Komitmen menjadi aspirasi masyarakat bawah Nonsen dan soal ke 2 bahkan ke Tiga.
begitu anggapan sebagian warga terkait dengan sistim ini jika dikaitkan dengan actor yang melakukan sistim tersebut. LANTAS !!! siapa yang dikorbankan ?? …  pertanyaan ini memang tidak pernah dibawa dalam ‘Manuver’ para ‘actor’ yang  memainkan dan ‘membeli suara’ sebab ketika fakta ini dibawa, bisa jadi uang mereka akan mubazir.
Sistim Transaksi seperti ini jelas memberikan bias buruk bagi masyakat sebab yang dirugikan adalah masyarakat itu sendiri. Pemikiran sederhananya kedepan tidak akan ada lagi pertanggung jawaban moral pada anggota dewan yang dipilih karena  ‘beli suara’. Ya, sederhananya suara sudah dibeli ke masyarakat dan SELESAI !!! sebaliknya masyarakat sudah ‘menjual’ haknya jadi tidak bisa menuntut banyak.
Dalam kondisi ini jelas terjadi Gap yang membatasi masyarakat untuk mengapresiasikan Haknya sebaliknya anggota dewan yang terpilih tidak lagi merasa bertanggung jawab dan menganggap sudah SELESAI !!!
Dalam konteks ini jelas yang sangat dirugikan adalah masyarakat, sebab  koordinasi dan harapan selama Empat Tahun  terhadap ‘Wakil’ mereka tidak bisa lagi dilakukan dan sudah selesai dibayar.
Fungsi Legislasi, Pengawasan dan Budgeting yang dimiliki oleh anggota dewan, serta Fasilitator masyarakat, dapat dikatakan hilang sebagai tumbal dari sistim politik uang yang justru diterima oleh masyarakat. Lantas kedepan apakah masyarakat sebagai ‘Voter’ akan masuk dalam scenario ini dan menjadi tumbal dari upaya menutup hutang atau biaya yang dikeluarkan para ‘Onasis’ akibat membeli suara?. (JellyWensySiwy)


1 komentar: