Jelly Wensy Siwy, S.Pt |
Dalam beberapa Pemilu, fenomena ini
dimainkan dalam drama yang mengusung judul ‘Pesta demokrasi’, para actor yang
terlibatpun memang banyak dari kaum Borju, dan terang terangan memainkan
perannya dalam drama tersebut .
SistimPolitik uang saat ini malah oleh
sebagian partai dijadikan SNI (Standar Nasional Indonesia) bagi para calon yang
akan masuk dalam scenario politik Indonesia (Caleg), Soal Kekayaan justru dijadikan
syarat mutlak yang harus dipenuhi. Kondisi ini memang benar sudah berhasil
melahirkan satu realita yang menegaskan banyak partai yang memang menempatkan kroni kayanya atau para onasis untuk
bertarung dalam pesta demokrasi nanti.
Dan para petinggi partaipun terkesan
mencoba mengakomodir para ‘Onasis’ tersebut bukan karena memang pertimbangan
Cost Politik (pembebanan biaya kapanye-red) namun lebih karena kemampuan untuk
‘bermain’ pada babak Money politik, Suap
Politik yang biasanya dilakukan pada
akhir akhir scenario pesta dmokrasi, minimal 1 hari sebelum tanggal 9 April
Nanti.
Cost Politik wajar memang menjadi
salah satu prasyarat, terkait dengan penyebaran informasi lewat alat praga.
“Sangat tidak elok jika aat peraga terkait dengan calonpun harus dibebankan
pada calon pemilih, jadi cost politik perlu, bukan Money politik ya, “tegas
Andre Joseph salah satu warga masyarakat.
Money politik, Sistim beli suara atau
Gade suara (manado) oleh para kalangan ‘Borju’ ya dianggap Halal dan ‘jalan
pintas’ yang penting sasaran ‘Kursinya’ dapat dan legitimasi statusnya dapat
Kendati bicara soal Sumber Daya
Manusia, dan Komitmen menjadi aspirasi masyarakat bawah Nonsen dan soal ke 2
bahkan ke Tiga.
begitu anggapan sebagian warga terkait
dengan sistim ini jika dikaitkan dengan actor yang melakukan sistim tersebut. LANTAS !!! siapa yang dikorbankan ??
… pertanyaan ini memang tidak pernah
dibawa dalam ‘Manuver’ para ‘actor’ yang
memainkan dan ‘membeli suara’ sebab ketika fakta ini dibawa, bisa jadi
uang mereka akan mubazir.
Sistim Transaksi seperti ini jelas
memberikan bias buruk bagi masyakat sebab yang dirugikan adalah masyarakat itu
sendiri. Pemikiran sederhananya kedepan tidak akan ada lagi pertanggung jawaban
moral pada anggota dewan yang dipilih karena
‘beli suara’. Ya, sederhananya suara sudah dibeli ke masyarakat dan
SELESAI !!! sebaliknya masyarakat sudah ‘menjual’ haknya jadi tidak bisa
menuntut banyak.
Dalam kondisi ini jelas terjadi Gap
yang membatasi masyarakat untuk mengapresiasikan Haknya sebaliknya anggota
dewan yang terpilih tidak lagi merasa bertanggung jawab dan menganggap sudah
SELESAI !!!
Dalam konteks ini jelas yang sangat
dirugikan adalah masyarakat, sebab
koordinasi dan harapan selama Empat Tahun terhadap ‘Wakil’ mereka tidak bisa lagi dilakukan
dan sudah selesai dibayar.
Fungsi Legislasi, Pengawasan dan Budgeting
yang dimiliki oleh anggota dewan, serta Fasilitator masyarakat, dapat dikatakan
hilang sebagai tumbal dari sistim politik uang yang justru diterima oleh
masyarakat. Lantas kedepan apakah masyarakat sebagai ‘Voter’ akan masuk dalam
scenario ini dan menjadi tumbal dari upaya menutup hutang atau biaya yang
dikeluarkan para ‘Onasis’ akibat membeli suara?. (JellyWensySiwy)
Hidup JWS...
BalasHapus